Psikologi Ilmu Mandiri
Psikologi dapat disebut sebagai ilmu yang mandiri karena
memenuhi syarat berikut: 1) secara sistematis psikologi dipelajari melalui
penelitian-penelitian ilmiah dengan menggunakan metode ilmiah, 2) memiliki
struk¬tur keilmuan yang jelas, 3) memiliki objek formal dan material, 4)
meng¬gunakan metode ilmiah seperti eksperimen, observasi, sejarah kasus (case
history), pengetesan dan pengukuran (testing and measurement), 5) memiliki
terminilogi khusus seperti bakat, motivasi, inteligensi, ke¬pri¬badian, 6) dan dapat
diaplikasikan dalam berbagai adegan kehidupan. Kaitan psikologi dengan ilmu
lain, psikologi dalam perkembangannya banyak dipengaruhi ilmu-ilmu lain
misalnya filsafat, sosiologi, fisiologi, antropologi, biologi. Pengaruh ilmu
tersebut terhadap psikologi dapat dalam bentuk landasan epistimologi dan metode
yang digunakan. Psiko¬logi memberikan sum¬bangan terhadap pendidikan, karena
subjek dan objek pendidikan adalah manusia (individu), psikologi memberikan
wawasan bagaimana memahami perilaku individu dan proses pendidikan serta
bagaimana membantu individu agar dapat berkembang optimal. Sejarah singkat
psikologi, sejak zaman filsuf-filsuf besar seperti Socrates (469-399 SM) telah
berkembang filsafat mental yang membahas secara jelas persoalan “jiwaraga”. Rene
Descartes (1596-1650) menge¬mukakan bahwa manusia memiliki dimensi jiwa dan
raga yang tidak dapat dipisahkan. Pada awal abad ke-19, psikologi mengalami
kemajuan yang cukup pesat, Gustaf Tehodore Fechner (1801-1650) dan Ernest
Heinrich Weber (1795-1878) menemukan suatu hukum penginderaan melalui
eksperimen yang dipublikasikan pada tahun 1860 dalam buku Element of Pschology.
Puncaknya adalah ketika Wilhem Wund (1832-1920) pada tahun 1879 mendirikan
laboratorium psikologi pertama di Leipzig Jerman, dan peristiwa ini menandai
psikologi sebagai ilmu mandiri. Tahun 1883 berdiri laboratorium serupa di
Universitas John Hopkins. Tahun 1890 terbit buku The Principles of Psychologi
karangan William James (1842-1910) yang setahun kemudian menjadi profesor
psikologi dan sejak itu hampir semua universitas di Amerika memiliki fakultas
yang mandiri. Di Indonesia perkembangan psikologi dimulai pada tahun 1953 yang
di¬pelopori oleh Slamet Iman Santoso dengan mendirikan lembaga pen¬didikan
psikologi pertama yang mandiri, pada tahun 1960 lembaga ter¬sebut sejajar
dengan fakultas-fakultas lain di Universitas Indonesia, yang kemudian
dikembangkan di UNPAD dan UGM. Belakangan ini kemajuan psikologi semakin pesat,
ini terbukti dengan bermunculannya tokoh-tokoh baru, misalnya B.F. Skinner
(pendekatan behavioristik), A. Maslow (teori aktualisasi diri) Roger Wolcott
(teori belahan otak), Albert Bandura (teori pembelajaran sosial), Daniel
Goleman (teori kecerdasan emosi), Howard Gardner (teori Multiple
Intelligences), dan sebagainya. Konsep dasar perilaku: a) pengertian perilaku,
perilaku adalah segenap manifestasi hayati individu dalam berinteraksi dengan
lingkungan, mulai dari perilaku yang paling nampak sampai yang tidak tampak,
dari yang dirasakan sampai yang paling tidak dirasakan. b) pandangan tentang
perilaku, ada lima pendekatan utama tentang perilaku yaitu: (1) pen¬dekatan
neurobiologik, pendekatan ini menitikberatkan pada hubungan antara perilaku
dengan kejadian yang berlangsung dalam tubuh (otak dan saraf) karena perilaku diatur
oleh kegiatan otak dan sistem saraf, (2) pendekatan behavioristik, pendekatan
ini menitikberatkan pada perilaku yang nampak, perilaku dapat dibentuk dengan
pembiasan dan pengu¬kuhan melalui pengkondisian stimulus, (3) pendekatan
kognitif, menurut pendekatan ini individu tidak hanya menerima stimulus yang
pasif tetapi mengolah stimulus menjadi perilaku yang baru, (4) pandangan
psiko¬analisis, menurut pandangan ini perilaku individu didorong oleh insting
bawaan dan sebagian besar perilaku itu tidak disadari, (5) pandangan
humanistik, perilaku individu bertujuan yang ditentukan oleh aspek internal
individu. Individu mampu mengarahkan perilaku dan memberikan warna pada
lingkungan. Jenis-jenis perilaku individu, a) perilaku sadar, perilaku yang
melalui kerja otak dan pusat susunan saraf, b) perilaku tak sadar, perilaku
yang spontan atau instingtif, c) perilaku tampak dan tidak tampak, d) perilaku
sederhana dan kompleks, e) perilaku kognitif, afektif, konatif, dan psikomotor.
Mekanisme perilaku, (1) dalam pandangan behavioristik, mekanisme perilaku individu adalah:
W ------ S ------ r ------ O ------ e ------ R ------W
Keterangan : W = world (lingkunngan) e = effector
S = stimulus R = respon
r = receptor W = lingkungan
O = organisme
(2) dalam pandangan humanistik, perilaku merupakan siklus dari: (i) dorongan timbul, (ii) aktivitas dilakukan, (iii) tujuan dihayati, (iv) kebutuhan terpenuhi/rasa puas.
Dinamika perilaku individu, ditentukan dan dipengaruhi oleh:
a) Penga¬matan atau penginderaan (sensation), adalah proses belajar mengenal segala sesuatu yang berada di lingkungan sekitar dengan meng¬gunakan alat indera peng¬lihat¬an (mata), pendengaran (telinga), pengecap (lidah), pembau (hidung), dan perabaan (kulit, termasuk otot).
b) Persepsi (perception), adalah menafsirkan stimulus yang telah ada di otak atau pengertian individu tentang situasi atau penga¬laman. Ciri umum persepsi ter¬kait dengan dimensi ruang dan waktu, terstruktur, menye¬luruh, dan pe¬nuh arti. Persepsi bersifat subjektif dan dipengaruhi oleh perhatian selek¬tif, ciri-ciri rangsangan, nilai dan kebutuhan individu, serta penga¬laman.
c) Berpikir (reasoning), adalah aktivitas yang bersifat ideasional untuk menemukan hu¬bung¬an antara bagian-bagian pengetahuan. Berpikir ber¬tujuan untuk mem¬bentuk pengertian, mem¬bentuk pendapat, dan menarik kesimpulan. Proses berpikir kreatif terdiri dari: persiapan, inkubasi, ilumi¬nasi, dan veri¬fikasi. Jenis berpikir ada dua, yaitu berpikir tingkat rendah dan tingkat tinggi.
Lanjutan dinamika perilaku individu, d) Inteligensi, dapat diartikan se¬bagai (i) kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir rasional, (ii) kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dengan situasi baru, (iii) kemampuan memecahkan simbol-simbol tertentu. Inteligensi tidak sama dengan IQ karena IQ hanya rasio yang diperoleh dengan meng¬gunakan tes tertentu yang tidak atau belum tentu menggambarkan kemampuan individu yang lebih kompleks. Teori tentang inteligensi di¬antaranya G-Theory (general theory) dan S-Theory (specific theory). Inteligensi dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan. Sikap (Attitude), adalah evaluasi positif-negatif-ambivalen individu ter¬hadap objek, peris¬tiwa, orang, atau ide tertentu. Sikap merupakan pe¬rasa¬an, ke¬yakinan, dan kecenderungan perilaku yang relatif menetap. Unsur-unsur sikap meliputi kognisi, afeksi, dan kecenderungan bertindak. Faktor-faktor yang mem¬pengaruhi terbentukanya sikap adalah penga¬laman khusus, komunikasi dengan orang lain, adanya model, iklan dan opini, lembaga-lembaga sosial dan lembaga keagamaan. Konsep dasar motif dan motivasi,
a) Motif (motive) adalah keadaan kompleks dalam diri individu yang mengarahkan perilaku pada satu tujuan atau insentif, atau faktor penggerak perilaku, atau konstruk teoritik ten¬tang terjadinya perilaku. Motif dapat dikelompokkan menjadi primer (dorongan fisiologis, dorongan umum) dan sekunder. Woodwort dan Marquis me¬nge¬lompokkan motif menjadi tiga, yaitu motif organis, motif darurat, dan motif obyektif. Indikator motif terdiri atas: durasi, frekuensi, persistensi, devosi, ketabahan, aspirasi, kualifikasi prestasi, dan sikap. Upaya untuk meningkatkan motivasi diantaranya menciptakan situasi kompetisi yang sehat, membuat tujuan antara, menginformasikan tujuan dengan jelas, memberikan ganjaran, dan tersedianya kesempatan untuk sukses.
b) Konflik (conflict), terjadi ketika ada dua atau lebih motif yang saling ber¬tentangan sehingga individu berada dalam situasi petentangan batin, kebingungan, dan keragu-raguan. Jenis konflik dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu (1) approach-approach conflict, (2) avoidance-avoidance con¬flict, dan (3) approach-avoidance conflict.
c) Frustrasi (frustration) adalah suatu keadaan kecewa dalam diri individu yang disebabkan oleh tidak tercapainya kepuasan atau tujuan. Sumber frustrasi menurut Sarlito Wirawan adalah lingkungan, pribadi, dan frustrasi konflik. Bentuk reaksi individu terhadap frustrasi adalah marah, bertindak secara ekplosif, introversi, merasa tidak berdaya, regresi, fiksasi, represi, pembentukan reaksi, rasionalisasi, proyeksi, kompensasi, dan sublimasi.
Konsep perkembangan individu,
a) perkembangan (development) ada¬lah proses perubahan yang dialamai individu menuju tingkat kedewasaan yang berlangsung secara sistematis, progresif, berkesinambungan, integratif baik fisik maupun mental;
b) pertumbuhan (growth) adalah perubahan secara kuantitatif pada aspek jasmani yang terkait dengan perubahan ukuran;
c) kematangan (maturity) adalah titik kulminasi dari suatu fase dan sebagai titik tolak dari kesiapan aspek tertentu men¬jalankan fungsinya.
Lanjutan konsep dasar perkembangan individu,
a) perkembangan merupakan hasil pertumbuhan, kematangan, dan belajar. Perkembangan menganut prinsip-prinsip berikut ini. 1) perkembangan berlangsung se¬pan¬jang hayat, 2) ada perbedaan irama dan tempo perkembangan, 3) dalam batas tertentu perkembangan dapat dipercepat, 4) perkembangan dipengaruhi oleh faktor bawaan, lingkungan, dan kematangan, 5) untuk aspek tertentu perkembangan wanita lebih cepat daripada pria, 6) individu yang normal mengalami semua fase perkembangan.
b) Fase per¬kem¬bangan secara umum adalah 1) masa prenatal, 2) masa bayi, 3) masa anak, 4) masa remaja, 5) masa dewasa, dan 6) masa tua.
c) Aspek perkembangan terdiri dari perkembangan kognitif, sosial, bahasa, moral, emosi, fisik, dan penghayatan keagamaan.
Konsep dasar kepribadian,
a) pengertian kepribadian, istilah ke¬pribadian merupakan terjemahan dari bahasa inggris “personality”. Secara etimologis, kata personality berasal dari bahasa latin “persona” yang berarti topeng. Menurut Gordon W Allport “personality is the dynamic organization within the individual of those psychophysical system, that determines his unique adjusment to his environment”,
b) Faktor yang mempengaruhi kepribadian adalah pembawaan dan pengalaman (umum dan khusus).
Lanjutan konsep dasar kepribadian,
a) meskipun kepribadian itu unik tetapi ada beberapa ahli yang berusaha menggolongkan kepribadian, misalnya Hipocrates dan Gelanus yang membagi tipologi kepribadian menjadi empat tipe yaitu: 1) kholeris, 2) melankolis, 3) plagmatis, dan sanguinis. Kretschmer meninjau tipologi kepribadian berdasarkan segi konstitusi dan temparamen. Berdasarkan konstitusi jasmani manusia digolongkan menjadi tipe piknis, leptosom, atletis dan displatis. Sedang¬kan berdasarkan temperamen kejiwaan, manusia digolongkan menjadi schizophrenia dan depresif. Berdasarkan orientasi nilai, Spranger mengemukakan enam tipologi manusia, yaitu tipe teoritik, ekonomi, estetis, agama, moral, dan kekuasaan.
b) Pengukuran kepribadian dapat ditempuh dengan cara observasi, inventori, dan teknik proyektif.
Konsep dasar belajar,
a) Pengertian belajar, Cronbach mengartikan “learning is shown by an change individual behaviour as a result of experiences”. Belajar juga dapat diartikan sebagai “proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh sesuatu yang baru sebagai hasil dari pengalaman. Ciri perubahan perilaku hasil belajar adalah aktif, positif, dan berorientasi tujuan.
b) Prinsip-prinsip belajar, beberapa perinsip belajar adalah 1) memiliki tujuan dan disadari, 2) adanya penerimaan informasi, 3) terjadinya proses internalisasi, dan 4) perubahan bersifat relatif permanent.
c) Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar, faktor di luar individu yang mempengaruhi belajar adalah faktor non-sosial dan faktor sosial. Sedangkan faktor dalam diri individu yang mempengaruhi belajar adalah faktor fisiologis dan psikologis.
Konteks
sosial dan intelektual
- Pada akhir abad 19, dengan perkembangan natural science dan metode ilmiah secara mapan sebagaimana diuraikan di bagian sebelumnya, konteks intelektual Eropa sudah ‘siap’ untuk menerima psikologi sebagai sebuah disiplin ilmu yang mandiri dan formal.
- Tanah kelahiran psikologi adalah Jerman. Oleh karenanya munculnya psikologi tidak dapat dilepaskan dari konteks sosial Jerman dan orientasi intelektual Wilhelm Wundt, orang pertama yang memproklamirkan psikologi sebagai sebuah disiplin ilmu.
1. Konteks
sosial Jerman
- Konteks ilmiah Jerman pada abad 19 ditandai dengan mulai berdirinya institusi universitas dengan misinya untuk membentuk manusia berkualitas (berbudaya dan memiliki integritas) dan penyedia tenaga kerja yang professional.
- Ilmu psikologi didefinisikan sebagai disiplin ilmu yang menyumbang pada pembentukan Bildungsburger, culturally educated citizens. Maka psikologi juga dipengaruhi oleh nilai-nilai kualitas manusia ideal Jerman. Sebagai sebuah ilmu yang hubungannya paling dekat dan paling langsung dengan manusia, psikologi berada di antara dua kepentingan : hubungannya dengan ilmu-ilmu yang kongkrit dan aplikatif dan hubungannya dengan ilmu-ilmu kemanusiaan seperti filasafat, teologi.
- Wundt sendiri menganggap psikologi sebagai bagian dari filsafat. Namun dengan berkembangnya karir pribadinya, ia mulai menentukan batas-batas yang dapat dilakukan psi. sebagai sebuah ilmu alam, khususnya psikologi eksperimen. Dasar berpikir Wundt tentang psikologi menunjukkan bagaimana posisi psikologi dalam dua kepentingan itu sendiri. Baginya kesadaran manusia (consciousness) terdiri dari elemen-elemen. Namun elemen ini tergabung dalam kesatuan yang lebih besar melalui human will.
2. Riwayat dan pemikiran Wundt.
Wilhelm Wundt (1832-1920) dilahirkan di Neckarau,
Baden, Jerman, dari keluarga intelektual. Ia menamatkan studi kesarjanaannya
dan memperoleh gelar doktor di bidang kedokteran dan tertarik pada riset-riset
fisiologis. Ia melakukan penelitian di bidang psikofisik bersama-sama dengan
Johannes Mueller an Hermann von Helmholtz. Karya utamanya pada masa-masa ini
adalah Grundzuege der Physiologischen Psychologie (Principles of physiological
psychology) pada tahun 1873-1874.
Wundt memperoleh posisi sebagai professor dan
mengajar di Universitas Leipzig dimana ia mendirikan Psychological Institute.
Laboratorium psikologi didirikan pada tahun 1879, menandai berdirinya psikologi
sebagai sebuah disiplin ilmu ilmiah. Di awal berdirinya laboratorium ini, Wundt
membiayainya dari kantongnya sendiri sebagai sebuah usaha privat. Setelah tahun
1885, lab ini baru diakui oleh universitas dan secara resmi didanai oleh
universitas. Laboratorium ini berkembang dengan pesat sebelum akhirnya
gedungnya hancur dalam PD2.
Selama di Leipzing, Wundt adalah seorang pengajar
yang sangat produktif, membimbing 200 mahasiswa disertasi, mengajar lebih dari
24.000 mahasisiwa, serta menulis secara teratur.Pada tahun 1900 ia memulai
karya besarnya, Voelkerpsychologie, yang baru diakhirinya pada tahun 1920,
tahun dimana ia wafat. Karya ini berisi pemikirannya tentang sisi lain dari
psikologi, yaitu mempelajari individu dalam society, tidak hanya inidvidu dalam
laboratorium. Karya ini dapat dikatakan sebagai jejak pertama Psikologi Sosial.
Pemikiran
Wundt terbagi atas beberapa point penting:
- Adanya ‘an alliance between two science’, yaitu fisiologi dan psikologi. Fisiologi adalah ilmu yang menginformasikan fenomena kehidupan sebagaimana yang kita persepsikan melalui penginderaan eksternal sedangkan psikologi adlaah yang memungkinkan manusia melihat ke dalam dirinya dari sisi internal dirinya sendiri. Terkait dengan ikatan kedua cabang ilmu ini, ada beberapa pemikiran penting.
- Secara metodologi aliansi ini berarti apparatus dan teknik pengukuran yang ada di bidang fisiologi diaplikasikan kepada bidang psikologis, misalnya dengan waktu reaksi. Berdasarkan hal inilah, Wundt menamakan cabang ilmu baru yang ditemukannya ini sebagai psikologi eksperimental. Bagi Wundt metode eksperimen lebih ‘layak’ digunakan untk eksplorasi mind daripada yang biasa digunakan, yaitu ‘introspection’. Sebenarnya secara tradisional, Wundt bergantung pada observasi introspektiv dari alam sekitar dan dunia, dimana dipisahkan antara usaha untuk mengidentifikasi elemen-elemn mental dan mengidentifikasi proses mental yang mengintegrasikan elemen-elemen tersebut ke dalam pengalaman atau obyek yang koheren.
- Dengan aliansi ini psikologi menjadi lebih terbantu untuk menghadapi tantangan dunia natural science. Ilmu psikologi yang secara tradisional mempelajari soul (jiwa), kini mendapat justifikasinya selama elemen soul tsb di jabarkan ke dalam elemen fisiologis terkecil, misalnya susunan system syaraf. Maka dimungkinkan juga terjadinya reduksionism operasi mental ke dalam operasi neurologis.
- Melalui aliansi dengan ilmu yang lebih mapan kedudukannya seperti ilmu fisiologis, psikologi lebih mudah diterima dalam khasanah ilmu pengetahuan sebagai sebuah ilmu yang mandiri
- Pandangan tentang psikologi sebagai ilmu dan metodenya.
- Pemahaman Wundt tentang psikologi relatif konstan, yaitu “..as the study of the mind and the search for the laws that govern it..” (Leahey, 2000 : 253). Namun demikian, pandangannya mengenai metode paling tepat untuk menggali mind dan ruang lingkup mind itu sendiri berubah sejalan dengan perkembangan kematangan intelektualitasnya.
Pada awalnya, Wundt menggolongkan bahwa mind
mencakup proses-proses ketidaksadaran / unconciousness (sebagai karakteristik
dari soul). Metode eksperimen adalah jalan untuk membawa penelitian tentang
mind dari level kesadaran (consciousness) kepada proses-proses yang tidak
sadar. Dengan kata lain, metode eksperimen adalah cara untuk membawa mind ke
dalam batas-batas ruang lingkup natural science yang obyektif dan empiris.Dalam
perkembangannya, Wundt mengakui bahwa metode eksperimental dalam psikologi
fisiologi sangat kuat untuk menggali elemen-elemen soul yang mendasar (misalnya
persepsi, emosi, dll). Namun di atas fenomena-fenomena mendasar ini masih ada
proses-proses mental yang lebih tinggi (higher mental process) yang
mengintegrasikan fenomena dasar tsb. Higher mental process ini muncul dalam
bentuk kreativitas mental dan menjadi kekuatan sebuah peradaban dan bersifat
abadi, yaitu : bahasa, mitos, custom, budaya. Pada tahap ini Wundt membatasi
fungsi soul hanya pada tahap kesadaran. Proses-proses ketidaksadaran tidak lagi
menjadi fokus dari ‘study of the mind’.
Research Method for Psychology, adalah fokus
pemikiran Wundt selanjutnya. Idenya tentang metode juga berkembang sejalan dengan
kematangan proses intelektualnya.
Metode yang pertama kali dianjurkan Wundt sebagai
strategi ilmiah untuk eksplorasi psikologis adalah eksperimental
self-observation/introspection, pengembangan dari metode perenungan (armchair
subjective introspection) yang sering dipakai dalam filsafat. Metode ini
dilakukan oleh Wundt dg cara sangat terkontrol sehinga dapat direplikasi.
Metode ini dilakukan di bawah pengawasan ketat dari seorang eksperimenter yang
terlatih. Subyek dimasukkan ke dalam situasi lab yang terkontrol dan diminta
melaporkan secara sistematis pengalaman yang dihasilkan dari situasi tersebut.
Eksperimenter mencatat hasil ini secara mendetil.
Metode eksperimental introspection di atas sangat
diutamakan oleh Wundt dalam penelitian-penelitiannya pada masa ia memahami mind
sbagai studi yang mencakup unconsciousness. Metode ini dianggap lebih unggul
daripada introspeksi yang tradisional (armchair introspection) karena lebih
mampu menjangkau tahap unconsciousness daripada yang terakhir.Selain eksperimental
introspection, Wundt menemukan metode lain, yaitu comparative-psychological dan
historical-psychological. Metode eksperimental introspection hanya bermanfaat
pada subyek dewasa yang normal. Untuk anak-anak, binatang, dan individu dengan
gangguan kejiwaaan dilakukan comparative-psychological guna melihat perbedaan
mental mereka. Sedangkan historical-psychological adalah metode untuk melihat
perbedaan mental individu dari ras dan kebangsaan yang berbeda. Sebagai seorang
yang dipengaruhi pemikiran Darwin, Wundt percaya bahwa perkembangan psikologis
individu dapat dipelajari dengan cara melihat sejarah perkembangan manusia itu
sendiri. Pada saat pandangan Wundt tentang mind terfokus pada level kesadaran,
metode introspection mulai dibatasi penggunaannya, dan Wundt beralih pada
metode eksperimen laboratorium modern, dimana yang dipentingkan adalah
kemungkinan duplikasi yang eksak.
Fokus studi Wundt dapat dilihat melalui dua karya
besarnya, Principles of Physiological Psychology dan Voelkerpsychologie.
Principles of Physiological Psychology, dalam
karyanya ini Wundt memfokuskan pada hasil-hasil eksperimennya tentang ingatan,
emosi, dan abnormalitas kesadaran.
Hasil
eksperimen tentang ingatan akan simple ideas menghasilkan jumlah ide sederhana
yang dapat disimpan dalam ingatan manusia (mind), fakta bahwa ide yang bermakna
akan lebih diingat daripada yang muncul secara random, serta karakteristik dari
kesadaran manusia yang bersifat selektif. Konsep penting yang muncul adalah
apperception, suatu bentuk operasi mental yang mensintesakan elemen mental
menjadi satu kesatuan utuh, juga berpengaruh dalam proses mental tinggi seperti
analisis dan judgement. Studi Wundt tentang emosi dan feelings menghasilkan
pembagian kutub-kutub emosi ke dalam tiga dimensi:
- Pleasant vs unpleasant
- High vs low arousal
- Concentrated vs relaxed attention
Teori ini dikenal sebagai the three dimensional
theory namun bersifat kontroversial.Ide tentang abnormalitas kesadaran dari
Wundt dibangun melalui diskusi-disksui dengan para psikiater terkenal masa itu,
Kretschmer dan Kraepelin. Ide Wundt tentang schizoprenic adalah hilangnya
kontrol appersepsi dan kontrol dalam proses atensi. Akibatnya proses berpikir
hanya bersifat rangkaian asosiasi ide yang tidak terkontrol.
Voelkerpsychologie, adalah karyanya yang berfokus
pada metode historical psychological. Mind individu adalah hasil dari sebuah
perkembangan species yang panjang. Maka usaha untuk memahami perkembangan mind
harus dilakukan dengan cara menjajagi perkembangan sejarah peradaban manusia.
Sejarah adalah cara untuk sampai pada psikologi manusia secara intuitif.
Dalam eksplorasi sejarah perkembangan ini, Wundt
sampai pada kajian yang detil dan sistematis tentang perkembangan bahasa
manusia. Hasil kajian ini dianggap sebagai prestasi besar dalam dunia psikologi
dan meletakkan dasar bagi bidang psikolinguistik. Wundt memandang bahasa dalam
dua seginya, dari aspek linguistik dan aspek kognitif. Bahasa menggambarkan
bagaiamana proses kognitif berjalan dan menggambarkan juga tingkat abstraksi individu.
Jasa utama Wundt dalam bidang psikologi adalah
usahanya untuk memperjuangkan diterimanya psikologi sebagai sebuah disiplin
ilmu yang mandiri. Ide-ide Wundt sendiri tidak bertahan lama dan bahkan
murid-muridnya tidak banyak mempopulerkan pemikirannya. Dalam konteks
perkembangan psikologi sebagai sebuah disiplin ilmu,Wundt lebih tepat dianggap
sebagai seorang figur transisi yang menjembatani aspek filosofis dari psikologi
di masa lalu dengan ciri terapan dan natural science dari psikologi di masa
depan. Para murid Wundt juga lebih tertarik untuk mengembangkan psikologi ke
dua arah tsb : natural science dan applied science.
3. Strukturalisme: E.B. Titchener
E.B. Titchener adalah salah satu murid Wundt yang
dianggap paling mendukung pandangan Wundt, meskipun sebenarnya banyak pandangan
Wundt yang ditentangnya, dan akhirnya dia mengembangkan alirannya sendiri,
structural psychology.
Titchener berkebangsaan Inggris. Ia belajar di
Oxford dalam bidang filsafat sebelumnya beralih ke fisiologi. Berdasarkan
pengalamannya menterjemahkan buku Wundt ke dalam bahasa Inggris, Titchener
tertarik pada ajaran Wundt dan pindah ke Leipzig untuk menjadi murid Wundt.
Setelah menempuh pendidikan di bawah Wundt dan sempat mengajar sebentar di
Inggris, Wundt pindah ke Amerika, mengajar di Cornell University hingga akhir
hayatnya di tahun 1927. Selama masa tinggalnya di Amerika ini structural
psychology yang dijalaninya menemukan tantangan pada aliran Psikologi lainnya
yang khas Amerika, seperti fungsionalisme dan behaviorisme. Namun Titchener
tidak terpengaruh kepada dua aliran besar tsb dan tetap berpegang pada
strukturalisme hingga akhir hayatnya.
Aliran strukturalisme mendasarkan diri pada konsep
utama Titchener, yaitu sensation. Konsep utama ini membawanya kepada
pertentangan dengan Wundt dan konsep apperceptionnya. Berbeda dengan
apperception yang merupakan hasil kesimpulan, sehingga masih memungkinkan
subyektivitas, sensation adalah hasil pengalaman langsung, sehingga lebih
obyektif. Lagipula proses atensi yang menjadi fungsi apperception selalu dapat
dikembalikan kepada sensasi menurut Titchener
Tiga
pemikiran utama strukturalisme Titchener:
- Identifikasi elemen sensation yang mendasar. Semua proses mental yang kompleks dapat direduksi ke dalam elemen mendasar ini. Sebagai contoh, Titchener menemukan 30.500 elemen visual, empat elemen pengecap, dsb. Titchener menggunakan metode experimental introspection untuk menggali elemen sensasi dasar ini, metode yang dipelajarinya dari Wundt. Namun di tangan Titchener, metode ini lebih elaboratif, karena sifatnya tidak hanya deskriptif tetapi juga analisis yang retrospektif.
- Identifikasi bagaimana elemen dasar sensasi ini saling berhubungan untuk membentuk persepsi, ide dan image yang kompleks. Hubungan ini bersifat dinamis dan selalu berubah sesuai dengan berubahnya elemen dasar, jadi bukan proses asosiasi.
- Menjelaskan bekerjanya mind. Titchener tidak setuju bahwa mind dijelaskan melalui proses psikologis (higher mental process) seperti yang dilakukan Wundt. Mind harus dijelaskan berdasarkan proses fisiologis, yaitu aktivitas sistem syaraf. Karena proses fisiologis lebih observable daripada proses psikologis.
Aliran strukturalisme tidak berkembang menjadi
aliran yang besar. Aliran ini menghilang bersamaan dengan wafatnya Titchener.
0 komentar:
Posting Komentar